eksak #15 | Hidden Message

Februari 17, 2019

Cerita sebelumnya, tepatnya tahun lalu.

Prolog

Dalam satu pemikiran yang kosong dan dalam, selalu ada esensi yang meruam di baliknya – penyakitan, lemah, lalu perlahan-lahan mati karena tak dimengerti. Percuma saja seorang pelukis menciptakan begitu banyak pesan yang tersirat dalam guratan cat di atas kanvas, jika tak satu pun penikmat lukisannya akan melihat, apalagi memahami serta mengapresiasi pesan yang tersembunyi di baliknya. Mungkin ini adalah sumber frustasi yang paling luar biasa bagi para seniman. Padahal Andy Warhol, Pop Artist tahun 60’an, pernah berkata:

Jika anda ingin tahu siapa itu Andy Warhol, lihat saja tampak luar dari lukisan-lukisan saya dan tampak luar dari saya sendiri. Itulah saya. Tidak ada apapun di baliknya.

Reaksi yang nyaris drastis ini berbicara banyak tentang segelintir kecenderungan untuk mencari makna tersembunyi, tapi lebih lantang lagi; berbicara tentang penerimaan bahwa kebanyakan orang tak peduli tentang makna yang tersembunyi.

Dialog

Sebutan Pasar Maling (PM), tentu sudah tak asing bagi masyarakat Kota Semarang dan sekitarnya. Apalagi letaknya yang menjadi satu dengan Pasar Johar, sangat mudah untuk mengingatnya. Inilah tempat tujuan jalan-jalan yang mengasyikkan di akhir pekan, untuk berburu aneka barang kebutuhan dengan harga miring. Atau untuk berburu bukti seperti yang dilakukan eksak & Rani pada petualangan kali ini.

Mendengar nama atau sebutan Pasar Maling, pasti akan langsung terbayang sebuah pasar yang menjual barang-barang curian atau kalau di luar negeri disebut black market. Anggapan semacam itu gak salah, sih. Apalagi kalau sudah mengenal pasar ini sejak lama. Pada kisaran tahun 80-an hingga 90-an, memang pasar ini pernah berjaya dengan perdagangan barang-barang hasil curian. Mulai dari sepatu, pakaian, spare part mesin, barang-barang elektronik, bahkan sepeda motor second.

Tapi itu dulu. Sekarang PM sudah berbenah. Kesadaran para pedagang untuk tidak lagi berurusan dengan aparat keamanan menjadi alasan utama. Tuduhan sebagai penadah barang curian, akan membuat mereka kehilangan kesempatan untuk berdagang karena waktu tersita habis untuk pemeriksaan. Ujung-ujungnya pedagang merugi, padahal laba yang diperoleh tidak jauh beda dengan saat mereka berdagang barang non curian. Katanya sih begitu.

"Gimana, eks?" tanya Rani ke eksak. "Nemuin petunjuk?"


"H 1234 PAS, cuma data ini patokan penyelidikan kita, kan?" yang ditanya malah balik bertanya sambil menimang secarik kertas.


"Iya, itu nomor plat seri motor korban, kan?"


"Lo tau apa yang baru aja gue dapet?"


"Apaan?"


Mengapa banyak sekali pertanyaan tanpa ada satu pun jawaban, sih? Dialog macam apa ini? eksak membuka selembar kertas A4 yang sebelumnya dilipat menjadi A6. Sebuah gambar motor berplat H 1234 PAS dan pengendara yang tak lain adalah korban itu sendiri.


"Ini foto dari pintu masuk parkiran mall, ya? Saat kita masuk motor atau mobil kita akan difoto dan saat kita keluar, foto itu akan tampil di layar monitor petugas untuk memastikan sesuai apa nggak pengemudi masuk ama keluarnya."


"Yups! Selama kelayapan di pasar ini, gue juga baru tau pasar ini udah pake sistem parkir kayak gitu. Biasanya juga parkiran liar."


"Sistem foto kayak gini kan jadi jalur penyelidikan polisi juga, dalam kasus nyari motor atau mobil ilang."


"Hmmm ... berarti enak juga polisi sekarang, duduk manis di kantor, tunggu ada laporan pencurian masuk, terus tinggal menangkapnya di pintu keluar."


"Yah, bahasa indahnya sih begitu. Tapi pada praktiknya, tetep aja maling sekarang cerdas-cerdas. Pokoknya gak kalah deh ama politikus!"


"Sip! Sekarang kita balik ke kasus. Motornya juga udah gue temuin di lapak motor seken. Dan elo bakalan kaget ama fakta bahwa korban sendiri yang menjual motornya di situ. Jadi kita gak bisa menganggap bahwa pelapak adalah penadah barang curian."


"What?! Seriusan?"


Sejenak eksak kembali memandangi kertas bergambar foto di tangannya. Masih ada, pesan tersembunyi itu masih ada, pikirnya.


Bersambung ...


eksak's blog

You Might Also Like

6 komentar

  1. Koq saya masih bingung ya membacanya ..... hmmmm.
    Diulang lagi malah masih bingung. Mungkin di kelanjutannya baru bisa "dong".

    *Padahal baru habis makan siang ini.Salahku di mana, ya?*

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makan siang gak salah kok, Bu ...
      Bingung juga gak salah. :)

      Hapus
  2. hhahaha, ditunggu sambungan ceritanyaaaa

    kopdar di Semarang ye ntar. paling tahun depan aku mampir ke sana, hehe

    BalasHapus
  3. Terimakasih untuk korban yang sudah membuat eksak dan temannya berjalan-jalan di Pasar Maling :')))

    Udah hampir 3 tahun di Semarang tapi belum pernah mampir ke Pasar Maling. Ehe.

    BalasHapus