[RESENSI] Sirkus Pohon

Juli 04, 2019

Assalaamu 'alaikum,

Lama hiatus bagi seorang penyampah dunia maya tentu saja membuat kalian dengan mudahnya melupakan gue, bukan malah merindukan gue. Iya, kan? Udah, ngaku aja ... I’m OK! Jauh berbeda dengan penulis buku yang bukunya best seller kemudian dijadikan referensi sastra, pasti nama mereka akan selalu dikenang sepanjang masa. So, nevermind. Anggaplah gue sekadar mampir menyapa kalian yang tak begitu mengharapkan kehadiran gue.

Pendahuluan

Sedikit cerita bolehlah, ya? Udah pertengahan 2019 dan selama tahun ini gue baru bikin 3 tulisan? Iya, 3 (tiga). Sedangkan tahun ini gue beli 4 buku. Eh, bukan sesuatu yang patut untuk dibanggakan, ya? Terus titik persinggungan keduanya apa? Tiga tulisan dan empat buku. Jadi ceritanya gue pengen nge-review salah satu buku tersebut sebagai tulisan keempat gue di tahun 2019 ini.

Yeyy!

*hadeuhh ...

Buku pertama dan kedua adalah Buku Panduan Matematika Terapan (BPMT) dan Cara Berbahagia Tanpa Kepala (CBTK) karya Triskaidekaman. Dan dua-duanya belum selesai gue baca. Maaf ya, Kak. Padahal gue dapet secara eksklusif plus tanda tangan dan kata – kata ilmiah penuh intrik khas Beliau. Tunggu saja review-nya, pun kalau gue khatam membacanya. Tentunya kalau kalian berkenan menunggu sesuatu yang tak pasti tersebut.

Sirkus Pohon
fiksi, cara terbaik menceritakan fakta -Andrea Hirata

Buku ketiga dan keempat adalah Ayah dan Sirkus Pohon karya Sang Maestro Melayu, Andrea Hirata. Dan baru buku yang disebut terakhir yang telah benar – benar selesai gue baca. Gue serius dan ini gue mau buat review-nya.

Doain lancar sampai akhir, ya ...

Resensi

Gak perlu bertanya Sirkus Pohon ini karya Andrea Hirata yang keberapa, karena kurangnya riset dan keengganan gue sok-sokan jadi pecinta buku yang harus tahu seluk – beluk pengarang dan karya – karyanya. Atau gak perlu nanya ke mana aja gue selama ini, karena gue gak ke mana – mana. Nulis gak, blogwalking juga gak. Yang gue tahu Cuma tetralogi Laskar pelangi dan kedua buku di atas.

Perihal Andrea Hirata adalah sastrawan melayu yang begitu mencintai kebudayaan aslinya di Belitong sana, hal ini tak usah kita perdebatkan lagi. Tak perlu juga riset mendalam karena itu sudah diperjelas dari karya – karya Beliau. Tentang Sirkus Pohon, kearifan lokal tentang Belitong menjadi warna yang sangat kental dan membekas. Apapun suku dan bahasa kalian, ketika menyelami Sirkus Pohon mendadak kalian akan terlahir sebagai orang melayu yang fasih memakai bahasa dan logat mereka. Seolah-olah kalian sedang ada di tengah mereka. Di tengah warung Kupi Kuli di Pasar Dalam, Tanjong Lantai. Akrab dengan nama-nama seperti Suruhudin, Debuludin, Taripol, Soridin Kebul, Jamot, dan lainnya.

Belum lagi kosa kata seperti “Boi” dan “Ojeh” dalam percakapan yang membuat gue tak tahan untuk melafalkannya dengan keras seolah gue sendiri yang mengucapkan itu pada tokoh dalam buku itu. Beliau dalam novel ini juga membuktikan diri sebagai penulis dengan riset yang tak main - main. Beliau memahami betul sosiologi masyarakat Indonesia yang suka tahayul, mudah tertipu pencitraan dan memiliki ego tinggi.

Dari sisi teknik kepenulisan, Beliau adalah tipikal penulis yang memiliki sentuhan magis dalam tiap kalimatnya. Bayangkan, dua kutilang pacaran di atas pohon bisa dituliskan berlembar-lembar tanpa membuat gue bosan! Ada sisi roman dan sisi komedi serta penuturannya yang detail selalu sukses membuat gue melompat ke dunia yang Beliau ciptakan dalam bukunya. Tunggu sampai kalian belajar menulis novel, teknik seperti ini adalah teknik tingkat dewa yang butuh ribuan jam terbang untuk menguasainya. Kalau gue mungkin butuh puluhan juta jam terbang. Bhahaha ...

Sirkus Pohon memiliki 2 inti cerita yang beririsan dan klimaks bersama di akhir novel. Pertama ada cerita tentang Hob, seorang pemuda berusia 28 tahun yang merupakan anak ke 4 dari 5 bersaudara. Hob sulit mendapatkan pekerjaan karena hanya tamat kelas 2 SMP (ini namanya gak tamatlah, Boi ... ). Semakin sulit karena dibayang – bayangi pekerjaan yang membutuhkan SMA atau sederajat, apalagi dia bergaul dengan Taripol, si Mafia di daerah tempat tinggalnya. Juga kisah cintanya pada Dinda yang ia perjuangkan sampai akhir.

Kedua ada cerita tentang Tara, gadis pewaris sirkus keliling yang bertemu dengan Tegar. Mereka bertemu di halaman pengadilan agama saat sama-sama sedang menemani ibu masing - masing mengurus perceraian. Di halaman itu disediakan taman bermain agar anak-anak yang sedang berada di sana bisa bermain dan sejenak melupakan kesedihan akibat perceraian orang tuanya. Saat itu Tara hanya terkagum-kagum oleh keberanian Tegar. Tara yang berulang kali hendak main perosotan tidak berhasil karena selalu diserobot oleh anak – anak lain. Tegar yang pemberani akhirnya tampil sebagai Sang Pembela. Itulah yang akhirnya menjadi lukisan kisah Tara dalam mencari keberadaan Tegar.

Mengikuti kisah Tara dan Tegar membuat gue gemas sendiri. Apalagi saat terjadi sejumlah kesalahpahaman dan kondisi yang sempat menghalangi mereka bertemu satu sama lain. Salah satunya adalah ketika Tara mengadakan pameran lukisan, tinggal selangkah lagi untuk bertemu kok ya gagal. Udah mau ketemu eh, bersambung ... gitu, deh kalau ala – ala sinetron Indonesia.

Cerita Hob dengan cerita Tara beririsan saat Hob diterima menjadi badut di perusahaan sirkus keliling milik ibunya Tara. Tegar pun akhirnya juga ambil bagian dalam sirkus itu.

Kesimpulan

Secara pribadi, gue begitu terkesan tentang ide adanya taman bermain di halaman pengadilan agama. Rasanya itu ide yang getir, manis, tapi sungguh manusiawi sekali. Tentu saja supaya anak – anak yang bermain bisa teralihkan dari kesedihan karena perceraian orang tua mereka. Taman itu juga yang akhirnya jadi saksi pertemuan pertama antara Tara dan tegar sekaligus sebagai tempat pertemuan di ujung pencarian mereka.

Sirkus Pohon
Gue & Hob

Dan Hob, gue gak bisa banyak menulis tentang tokoh yang satu ini. Gue membayangkan bahwa seolah Hob itu adalah diri gue sendiri. Kita seumuran, pencari kerja, pencari cinta sejati, punya adik cerewet yang sudah menikah, punya Ayah yang begitu sayang dan beberapa kesamaan yang gue banget. Yah, pokoknya begitu. Mending kalian baca sendiri, deh. Jangan percaya dengan yang gue tulis di atas, apalagi gue juga jarang nulis review beginian. At last, novel ini recommended banget! Walau bisa dibilang gue telat mendapatkannya, bisa jadi kalian juga udah pada baca dan gue yang ketinggalan wacana.

Happy Blogging & Keep On Fire!

You Might Also Like

0 komentar