Trus Gue Anak Siapa?

Februari 28, 2013

kendal kota
Kendal Kota
Senja terlihat merambati kota. Sinta berjalan menyusuri trotoar, menantang silau lampu-lampu kendaraan yang mulai dinyalakan. Ada yang ingin ditemuinya di jalanan itu. Tapi dia tak tau pasti di mana tempatnya. Tiba-tiba matanya menangkap sesosok pria kumal di halte seberang jalan. Dia pun bersiap-siap untuk menyeberang. Sepersekian detik, sebuah mobil hampir saja menyambar tubuhnya. Dia sempat nanar, dan mungkin hal yang tak diinginkan terjadi kalau saja sesosok tubuh lain tak sigap menangkapnya.


“Ngapain elo di sini?”, tanya pria penolong yang tak lain adalah seseorang di halte tadi.
“Aku pengen kakak pulang...”, jawab Sinta ragu. “Kakak tau kan kalo Papa udah gak ada..?
“Ya, gue tau!”, kata pria itu. “Elo kan masih punya Papa yang lain?!

Pria itu menyeringai. Ditatapnya Sinta yang terdiam. Ada luka yang tertanam begitu dalam. Tergores tapi tak berbekas.

“Pulanglah, Sin! Ampe kapanpun, gue gak bakalan pulang! Gue gak punya keluarga kayak elo, gue gak punya tempat untuk pulang!”, bentak pria itu.
“Kita masih punya Mama, Kak! Kakak bisa ikut Mama Wati atau Mama Saskia, kita semua bakalan nerima Kakak, kok...”
“Kita? Elo aja kalee...! Dari dulu gue gak pernah nganggep mereka siapa-siapa. Mereka yang udah mecah belah pikiran gue, mereka yang udah bikin hancur hidup gue. Seenaknya aja mereka kawin-cerai, kapan mereka pernah peduli ama perasaan gue?!
“Ayolah, Kak! Semuanya udah terjadi dan...”
“Udah, deh! Elo gak usah ngajarin gue! Mending sekarang juga elo pulang!!!”

Lidah Sinta tercekat. Sepertinya dia tak harus berkata-kata lagi. Pria di hadapannya itu terlalu bebal. Mungkin karena sudah bertahun-tahun hidup di jalanan. Dipandanginya pria kumal itu mulai berjalan menjauh. Sinta masih terpaku di tempatnya berdiri. Dia ditinggalkan.

###

Malam ini, di meja belajarnya, Sinta masih terbayang kejadian sore tadi. Seharusnya dia belajar untuk menghadapi ujian besok pagi. Tapi pikirannya tak bisa berkolerasi dengan tumpukan modul ujian di depannya. Hanya pria di halte itu yang kini mengisi pikirannya. Satu-satunya saudara sedarah yang masih dimilikinya. Sinta teringat ketika kakaknya mulai meninggalkan rumah. Berawal dari pertengkaran-pertengkaran Mama Papanya. Saat itu dia masih mau pulang. Dan benar-benar tak lagi menginjakkan kaki di rumah saat Mama Papanya memutuskan bercerai dan memulai kehidupan baru mereka masing-masing.

###

Pria itu terbaring di sebuah ruangan serba putih. Badannya penuh perban. Dia tidak sadar mengapa tiba-tiba dia ada di tempat itu. Dicobanya membuka mata lebih lebar, tapi itu hanya membuat kepalanya semakin sakit. Samar-samar dia melihat ke sekeliling. Ada seorang gadis disebelah pembaringannya. Gadis itu menggenggam tangan pria itu dan menatap binar ke wajahnya.

“Ma, kakak udah siuman.. “, ucap gadis itu setengah bersorak.

Dua orang wanita serentak mendekati tempat tidur putih itu. Ada juga dua orang pria dewasa dan seorang anak laki-laki. Tapi sulit bagi dia mencoba mengenali siapa mereka.

“Ini Mama, eks...”, kata salah satu wanita itu.
“Ini Mama Saskia...”, kata wanita yang lebih muda.

Pria yang tergolek lemas itu berpikir keras apa yang baru saja menimpanya. Mengapa hati ini begitu keras? Tak sadarkah kini tubuh ini sangat tidak berdaya? Jangankan untuk bangkit dengan sombong, menahan rasa sakit pun dia sudah tidak mampu. Sekarang yang ada hanya perasaan yang merasa diri tak berguna.

“Pagi tadi Kakak kecelakaan. Beberapa orang membawa Kakak ke rumah sakit dan mencari data keluarga...”, kata gadis yang ternyata adalah Sinta.

Keluarga? Apakah gue masih punya keluarga? Pertanyaan yang sering kali berkecamuk di otak pria itu. Setiap saat, setiap waktu, di jalanan, di emperan toko, di bawah jembatan bahkan sesaat sebelum sebuah mobil menubruknya tadi pagi. Masih berlakukah pertanyaan itu setelah dia melihat orang-orang di sekelilingnya ini? Atau masih beratkah dia menerima semua kenyataan yang terjadi sampai detik ini? Kalau jawabannya iya, sungguh durhaka sekali diri ini? Bukan saja pada mereka yang menyayanginya tapi juga pada Allah yang menciptakannya.

“Sss.. sin...”, pria itu terbata-bata.
“Iya, Kak...”, jawab Sinta.
“Mmm.. ma...”, kata pria itu lagi.
“Iya, sayang...”, ucap Wati sambil mengelus kepala pria itu.

Pria itu tersenyum. Menahan sakit di sekitar wajahnya yang penuh balutan. Maha besar Engkau ya Allah yang telah menggariskan semua ini!

“Bu..bu..Sas..kiaaa...”,
“Iya, eks..”, jawab wanita yang dipanggil Bu Saskia.
“Te..te..rima kasih udah ngerawat Sinta selama ini..”

Wanita itu tersenyum. Semua yang ada dalam ruangan itu tersenyum. Saling bertatapan dan mungkin merasakan hal yang sama. Hal yang tak bisa tergantikan dengan apapun. Hal yang telah lama hilang. Hal yang tak mampu dituliskan hanya dalam beberapa paragraf karangan. 

*lagi gak punya pikiran, so maap kalo gue jadi tukang jiplak...
  disekuelin dari fiksi terbarunya  Alaika Abdullah yang berjudul Kamu tetap anak mama sayang!
  moga do'i berkenan! :) {belom ijin}

You Might Also Like

22 komentar

  1. oalah, jd sinta msh punya kakak toh?
    kyanya mama tirinya bernama saskia deh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. tenang, ji... udah gue ganti tuh! thanks buat pertamax dan revisinya ea... :)

      Hapus
  2. Hehehe.... , apa sih yang ga buat elo Sak? :P

    Nice story Sak... kuijinkan mencuri ideku sejauh untuk pengembangan yang positif, and you did it well bro! Keep on the fire, ok?

    BalasHapus
    Balasan
    1. oke...hahahhaa

      #NAh Lho? kok aku yg njawab ya

      Hapus
    2. Makasih ya mbak... #jadi isin guenya..
      keep on fire juga deh buat elo, Al! #spicles

      @ririe: nengopo cah ki??

      Hapus
  3. Tuh kan baik banget udah diizinin, lagian keren ceritanya...

    BalasHapus
  4. wah.. aku perdana nih... :D horee

    BalasHapus
  5. Ceritanya bagus banget hhe...

    BalasHapus
  6. pasti ilang triknya, kasiaaan.

    mknya jgn suka suudzon apalagi dg keluarga sendiri.,,,dengerin dulu alasannya kenapa dan bagaimananya. apa peru private nih !! haahh !!

    #bawaan lafar jadi cepat emosi :P

    BalasHapus
    Balasan
    1. ini kenapa orang laper ngusel dimarih??? huhuhu

      Hapus
  7. Untung ibu e masih gelem ngerawat yoo mas, coba ndak diakui juga huuuuu jadi jambu mente ntar :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. lha... jambu klutuk ae pow??? bhahaha

      Hapus
  8. Untung aku ama adikku gak sampe minggat dari rumah pas orang tua kami pisah. Galau iyasih, dan merasa hidup bakal hancur. Tapi ternyata, hidup masih bisa berjalan lebih baik daripada sebelumnya. Kupikir aku jadi lebih tahu realitas kehidupan setelah ditimpakan musibah itu...
    Dibalik setiap musibah selalu ada hikmah... ~lalalala...

    #senengnya bisa bilang gini. Kalo melihat lagi ke masa lampau, ternyata aku orang yg cengeng, wkwkwkwk... =____="

    BalasHapus
    Balasan
    1. hahay, ada yang curhat di mari nih! slow down, en...! nyatanya elo masih berdiri ampe hari ini kan??? #cemungudh ^_^

      Hapus
  9. Tapi saya ketemu artikel ini di sini, maka terima kasihnya buat mas Eksak...
    Sangat baik mas untuk direnungkan

    BalasHapus
  10. yg gue tanyakan adalah, elo ketabrak mbak Ala ya Sak? wkakakkak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. wah, elo banyak tau nih, bung!! jangan2 elo dukun ea...?? bahahaha

      Hapus
  11. wakhh mantapp sobbb . . .bikin ane berkaca-kaca!!!

    BalasHapus