Janji Yang Datang Bersama Pelangi Desember 31, 2016 Monday Flash Fiction Senja itu hujan. Kaubilang akan datang saat reda. Saat pelangi menebar warna di lapisan stratus. Saat itu pula aku akan menunggumu di sini. Menatap senja di cakrawala. Senja selalu menggiringku tentang memoriku padamu. Aku tahu dari dulu kau paling suka mengusik senja. Menikamnya dengan pertanyaan retoris tak biasa. Seperti, "Senja, mengapa kau berwarna jingga?" Senja bungkam, ia hanya menyajikan warna yang makin lama makin tua. Pertanda malam mulai menyapa. Menjelma akhiri pertemuan-pertemuan kita. Tak pernah lama. Tapi senantiasa membara. Menyala seperti senja. Hari keseribu berlalu. Dan janji hanya tinggal janji. Kau tak datang, aku pun pulang. Sore ini gerimis. Kaukirim pesan agar aku menunggumu. Di tempat yang sama, dibelai rintik kecil yang manja. Tak mengapa bajuku basah, karena aku ingat dulu kau pernah berucap, "kalau kita pernah jutaan kali menghadapi hujan badai, mengapa harus lari oleh gerimis?" Aku tak beda seperti kau. Selalu suka selepas hujan. Sekedar menanti pelangi yang kadang tampak kadang tidak. Seperti janjimu yang kadang tepat sering juga tidak. Tapi entah mengapa aku tak lelah menantimu. Menanti janjimu. Janji yang datang bersama pelangi. Walaupun aku tahu tak ada yang lebih menjanjikan daripada pergantian waktu.Hari ini tak ada pesan apapun darimu. Tapi biarlah aku tetap menunggumu. Barangkali kau mau memberi kejutan padaku. Aku melangkah ke tempat biasa aku menunggu. BIP ... BIP ... Notifikasi indikator dari Virtual Reality Headset-ku berbunyi. Aku senang. Aku langsung tahu kalau kau yang menghubungiku. "Rin, tidakkah kau ingin kembali?" tanyamu. "Maksudmu?" sungguh aku tak mengerti. "Dunia nyata, Rin!" "Hhhh ... aku menikmatinya, Sayang." "Walaupun ini semua tak nyata? Senja-senja yang kau alami, pelangi yang kaulihat, bahkan aku yang kaunanti ... kau sadar kalau itu semua tak nyata, kan?" Ya, semua yang dikatakannya memang benar. Tapi ini semua begitu mengesankan, dan aku tak kuasa meninggalkannya. Selama ini aku telah tersesat dalam realitas rekaanku sendiri. Bahkan aku sebenarnya menafikan pergantian waktu, hingga aku mengkhayalkannya sebagai senja sepanjang hari. Lamat-lamat matahari mulai terbenam, walaupun kutahu itu hanya sekejap karena senja akan kembali mengambil waktu. Pelangi di senja itu sengaja kutampakkan di memoriku. Di sela gerimis rekaanku, aku bergumam: tiada janji yang nyata! Jumlah: 347 kata | Prompt #136 | MFF Share This Story Share on Facebook Share on Twitter Pin this Post Tags: Flash Fiction Posting Lebih Baru Posting Lama You Might Also Like 4 komentar Unknown3/1/17 16:08janji hanya janjiBalasHapusBalasaneksak5/1/17 12:14yah ....HapusBalasanBalasBalasdunia kecil indi4/1/17 21:49Ya, ampun kalau virtual reality aku jadi ingat Twilight Zone :)BalasHapusBalasaneksak5/1/17 12:14film?HapusBalasanBalasBalasTambahkan komentarMuat yang lain...
4 komentar
janji hanya janji
BalasHapusyah ....
HapusYa, ampun kalau virtual reality aku jadi ingat Twilight Zone :)
BalasHapusfilm?
Hapus