#2: Sore Itu Menjadi Tak Terduga
April 15, 2013
#1: Suatu sore di sebuah cafe.
Nyanyikan lagu indah/ sebelum ku pergi dan mungkin tak kembali/ nyanyikan lagu indah/ tuk melepas ku pergi/ dan tak kembali...
Ringtone hape Dea berbunyi.
"Halo, beb! Kamu dimana? Ma siapa?", suara di ujung sana.
"Aku lagi istirahat di rumah aja, kok...", jawab Dea acuh.
"Ya udah, entar ku telpon lagi ya... Bye!"
"Bye..."
Sambungan pun terputus. Dea sengaja berbohong, agar pacar yang kepo tak mengganggu ketenangannya sore itu. Dea bersungut-sungut. Tiba-tiba...
BRAAAKK...! Sebuah kursi di meja ujung itu ambruk seiring tumbangnya tubuh yang mendudukinya. Dea tercekat. Bukankah itu si lelaki berkacamata hitam?
Dea pun mendekat. Pengunjung cafe yang lain juga ikut mendekat. Ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tak seorang pun yang berani menyentuh lelaki itu. Dea pun beraksi. Naluri penyelidiknya tiba-tiba muncul. Rasa penasaran yang membuatnya meraih pergelangan tangan si lelaki, dan mengecek denyut nadi lelaki itu.
Meninggal! Dea memandangi wajah lelaki itu. Kacamata hitamnya terpental entah kemana. Ada darah disela-sela bibirnya. Yups! Sepertinya Dea pernah mengenal lelaki itu. Tapi siapa? Dimana?
Di meja itu, secangkir kopi yang tinggal separuh, buku tebal yang masih terbuka dan laptop yang masih menyala. Dea semakin penasaran. Dibauinya cangkir kopi itu. Hah! Bau racun?! Ini pembunuhan! Ups! Kenapa jadi dia yang kepo? Dilihatnya orang-orang disekelilingnya tersenyum-senyum mengamati kelakuannya. Wajahnya memerah menahan malu. Tapi apa boleh buat? Sepertinya naluri kuat Dea memaksa untuk tahu lebih jauh.
"Mbak! Tolong telpon polisi! Cepat!", kata Dea pada cewek di meja kasir.
Cewek kasir itu pun segera menuruti permintaan Dea. Tak berapa lama kemudian, tiga orang polisi datang ke cafe itu. Para pengunjung menyingkir. Memberi ruang untuk para polisi itu. Dea pun akhirnya mundur. Salah seorang polisi memandang sekilas pada Dea, kemudian membuang muka.
DEG! Dea sangat mengenal siapa polisi itu. Polisi yang lain mengamankan TKP. Polisi yang satunya lagi bertanya-tanya pada kasir dan pelayan cafe.
"Kayaknya lelaki ini diracun!", celetuk Dea.
Polisi yang dikenal Dea yang ternyata kepala polisi itu acuh saja sambil terus mengidentifikasi tubuh lelaki itu.
"Terdeteksi sianida di kopi yang diminum korban, Pak!", kata salah seorang polisi.
Kepala polisi itu menoleh ke arah Dea. Perasaan Dea semakin tak karuan.
"Sedang apa kamu di sini? Kamu apanya korban?!"
Dea tak segera menjawab. Terbaca jelas nama AKBP Eksak Sindhunata di dada polisi itu. Ditatap sesinis itu, membuat suatu memori terbersit di benak Dea. Dan dia tak akan pernah melupakan itu.
"Kamu tak pernah berubah, Eks!", gumam Dea pelan.
"Kode apa ini?", kata Eksak mencermati layar laptop yang masih menyala. Dea tersadar dari lamunannya dan ikut menatap ke monitor. Ada deretan huruf acak dalam beberapa baris dan sebuah nomer hape di notepad berlatar wallpaper Benyamin Franklin dalam dekstop itu.
XTOMDAKR
ADGJMPTN
AAJGTADT
WJADRGTJA
TJADIJATN
AKPWJADJP
TKAWMDRG
MGATMGIT
+6282343531960
Dea dengan sigap mencatat nomer hape di bawah susunan huruf-huruf itu dan menjauh dari TKP. Dia pun iseng menghubungi nomer itu.
"Maaf! Nomer yang anda tuju tidak terdaftar."
***
Lagi-lagi siapa lelaki korban itu? Kenapa Dea merasa mengenalnya? Kalo ini pembunuhan, siapa pembunuh korban? Terus siapa Eksak? Adakah masa lalu Dea bersama Eksak?
Eh, ada Mechta ! Kayaknya dia bisa menjawab rasa penasaran kita! Semoga saja... :-)
Nyanyikan lagu indah/ sebelum ku pergi dan mungkin tak kembali/ nyanyikan lagu indah/ tuk melepas ku pergi/ dan tak kembali...
Ringtone hape Dea berbunyi.
"Halo, beb! Kamu dimana? Ma siapa?", suara di ujung sana.
"Aku lagi istirahat di rumah aja, kok...", jawab Dea acuh.
"Ya udah, entar ku telpon lagi ya... Bye!"
"Bye..."
Sambungan pun terputus. Dea sengaja berbohong, agar pacar yang kepo tak mengganggu ketenangannya sore itu. Dea bersungut-sungut. Tiba-tiba...
BRAAAKK...! Sebuah kursi di meja ujung itu ambruk seiring tumbangnya tubuh yang mendudukinya. Dea tercekat. Bukankah itu si lelaki berkacamata hitam?
Dea pun mendekat. Pengunjung cafe yang lain juga ikut mendekat. Ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi tak seorang pun yang berani menyentuh lelaki itu. Dea pun beraksi. Naluri penyelidiknya tiba-tiba muncul. Rasa penasaran yang membuatnya meraih pergelangan tangan si lelaki, dan mengecek denyut nadi lelaki itu.
Meninggal! Dea memandangi wajah lelaki itu. Kacamata hitamnya terpental entah kemana. Ada darah disela-sela bibirnya. Yups! Sepertinya Dea pernah mengenal lelaki itu. Tapi siapa? Dimana?
Di meja itu, secangkir kopi yang tinggal separuh, buku tebal yang masih terbuka dan laptop yang masih menyala. Dea semakin penasaran. Dibauinya cangkir kopi itu. Hah! Bau racun?! Ini pembunuhan! Ups! Kenapa jadi dia yang kepo? Dilihatnya orang-orang disekelilingnya tersenyum-senyum mengamati kelakuannya. Wajahnya memerah menahan malu. Tapi apa boleh buat? Sepertinya naluri kuat Dea memaksa untuk tahu lebih jauh.
"Mbak! Tolong telpon polisi! Cepat!", kata Dea pada cewek di meja kasir.
Cewek kasir itu pun segera menuruti permintaan Dea. Tak berapa lama kemudian, tiga orang polisi datang ke cafe itu. Para pengunjung menyingkir. Memberi ruang untuk para polisi itu. Dea pun akhirnya mundur. Salah seorang polisi memandang sekilas pada Dea, kemudian membuang muka.
DEG! Dea sangat mengenal siapa polisi itu. Polisi yang lain mengamankan TKP. Polisi yang satunya lagi bertanya-tanya pada kasir dan pelayan cafe.
"Kayaknya lelaki ini diracun!", celetuk Dea.
Polisi yang dikenal Dea yang ternyata kepala polisi itu acuh saja sambil terus mengidentifikasi tubuh lelaki itu.
"Terdeteksi sianida di kopi yang diminum korban, Pak!", kata salah seorang polisi.
Kepala polisi itu menoleh ke arah Dea. Perasaan Dea semakin tak karuan.
"Sedang apa kamu di sini? Kamu apanya korban?!"
Dea tak segera menjawab. Terbaca jelas nama AKBP Eksak Sindhunata di dada polisi itu. Ditatap sesinis itu, membuat suatu memori terbersit di benak Dea. Dan dia tak akan pernah melupakan itu.
"Kamu tak pernah berubah, Eks!", gumam Dea pelan.
"Kode apa ini?", kata Eksak mencermati layar laptop yang masih menyala. Dea tersadar dari lamunannya dan ikut menatap ke monitor. Ada deretan huruf acak dalam beberapa baris dan sebuah nomer hape di notepad berlatar wallpaper Benyamin Franklin dalam dekstop itu.
XTOMDAKR
ADGJMPTN
AAJGTADT
WJADRGTJA
TJADIJATN
AKPWJADJP
TKAWMDRG
MGATMGIT
+6282343531960
Dea dengan sigap mencatat nomer hape di bawah susunan huruf-huruf itu dan menjauh dari TKP. Dia pun iseng menghubungi nomer itu.
"Maaf! Nomer yang anda tuju tidak terdaftar."
***
Lagi-lagi siapa lelaki korban itu? Kenapa Dea merasa mengenalnya? Kalo ini pembunuhan, siapa pembunuh korban? Terus siapa Eksak? Adakah masa lalu Dea bersama Eksak?
Eh, ada Mechta ! Kayaknya dia bisa menjawab rasa penasaran kita! Semoga saja... :-)
19 komentar
Huwaduuuh.... kejamnya dikau!!
BalasHapusKaya'nya yang dilempari PR bakalan angkat tangan dweeh... :(
Eits! Tenang gak usah angkat tangan! Gue lagi gak bawa pistol, kok... ;-)
HapusParaaah, 'ndan... maunya drama lha kok jadi detektipan ki piyee??? *semedi sik golek wangsit!*
HapusYo, anggep ae drama detektip! Bhahaha, monggo semedi sik! Kancani rwa? :-P
HapusHm.....
BalasHapusKenapa ehem2, Al? ;-)
Hapus:v
BalasHapuskupikir kode di atas tadi itu semacam kode chaesar ato vigenere cipher. Ternyata bukan. :hammer:
yasudahlah, menunggu kk Mechta buat menyelesaikan kodenya saja. Penting tahu hasil akhirnya. Wekeke.
#males mikir.
Emang bukan chesar atau vigenere, en! Dari clue yg ada, elo musti tau dulu itu sandi apaan!
Hapus#gak tau knp dalam bermain, otak ini malah bisa berpikir.
emang itu sandi apaan??? sandi rumput? *kelingan jaman pramuka*
HapusItu sandi Franklin's Magic Square! Gak tau ea? Sok mangga digugling wae! ;-)
Hapuscerita yang menarik, semoga diberi kesempatan membaca lanjutan nya :)
BalasHapus#just blogwalking
Makasih buat bewenya, mbak! tunggu aja #3-nya... ;-)
Hapusmenurut penerawangan bung penho dari pedalaman hutan kalimantan ini, sebaiknya kita semua tak perlu menindaklanjuti pertanyaan terbawah ditulisan ini karena itu hanyalah sebatas LAMUNAN Dea belaka. hehehee...!
BalasHapusIh, cerdas sekali si Bung satu ini.. Saak... 'dah ada jawabannya niih... gak perlu dilanjutkan, toh ?! :)
HapusSama perihalnya kayak enha di atas! Males mikir...
Hapus#lamunan gak selalu tanpa tindak lanjut, kan?
Dea imut! Don't trust every0ne! :-)
Pak polisi....pantesan aku merasa kenal dengan korban itu, ternyata dia adalah si.... *bisik2 ke AKBP jutek*
HapusBhahaha, segera ke tekape aja deh! Bye... :-P
HapusAlamak kalah tenar detektif conan kayaknya nih haha... Masih berlanjut berarti misteri ini ya....
BalasHapusMasih lanjut, dong! So, tunggu aja ya, Zay! ;-)
Hapus