Tirta Amerta
Desember 05, 2013
Aku selalu saja punya alasan untuk menyepi di tepi pantai. Memandang kerumunan orang berpakaian serba putih melakukan pawai ke tengah laut. Dengan sampan dan berbagai macam sesaji untuk dilarung. Ya, menyepi. Atau terpaksa memandu seorang turis Jepang melihat prosesi Melasti untuk kesekian kalinya.
"What they're doing?" tanyanya sambil membidikkan kamera ke arah kerumunan.
"Take Tirta Amerta, holy water!" jawabku singkat.
"Holy water? On the sea?" tanyanya lagi, untuk kesekian kali.
"Yes," jawabku dengan malas.
Sebentar lagi pendeta akan memberkati air suci, kemudian dibagikan kepada para pengunjung.
"Mari kita minum air keabadian ini! Walaupun maut tetap akan memisahkan kita, tapi semoga cinta kita abadi, " seorang perempuan berkata pada seorang laki-laki, mungkin.
Aku tersenyum mendengar kata-kata itu tanpa berusaha mencari asal suara. Aku telah cukup bosan mendengar kata-kata itu diucapkan oleh pasangan muda-mudi yang mengunjungi prosesi ini. Hanya kata-kata pemanis yang melarung dalam lautan dusta.
"Hey, Dear! Why do they throw their foods away?"
"Tawur Agung! Thanks to God!"
Ada yang kuingat pada saat hari raya tiga tahun lalu. Menebar angan saat prosesi Tawur Agung. Mengabadikan cinta dengan meminum Tirta Amerta. Tapi akhirnya kularung bersama segala sesuatu tentang seseorang di masa lalu.
"Mom! Dad!"
Seorang balita bermata sipit berlari menghampiriku. Dua orang dewasa mengikuti di belakangnya. Sang Turis yang dari tadi sibuk dengan kameranya, menyambut senang kedatangan mereka.
"Where are you from, Ayumi?" tanyaku pada balita itu.
"Look for ice cream with Aunty Amerta and Uncle," celoteh Ayumi girang.
"Hi, Hikaru! Hai, Bli Tirta! Apa kabar?" perempuan dari masa lalu itu menyapa kami.
***
Jumlah: 252 kata | Prompt #31 MFF
"What they're doing?" tanyanya sambil membidikkan kamera ke arah kerumunan.
"Take Tirta Amerta, holy water!" jawabku singkat.
"Holy water? On the sea?" tanyanya lagi, untuk kesekian kali.
"Yes," jawabku dengan malas.
Sebentar lagi pendeta akan memberkati air suci, kemudian dibagikan kepada para pengunjung.
"Mari kita minum air keabadian ini! Walaupun maut tetap akan memisahkan kita, tapi semoga cinta kita abadi, " seorang perempuan berkata pada seorang laki-laki, mungkin.
Aku tersenyum mendengar kata-kata itu tanpa berusaha mencari asal suara. Aku telah cukup bosan mendengar kata-kata itu diucapkan oleh pasangan muda-mudi yang mengunjungi prosesi ini. Hanya kata-kata pemanis yang melarung dalam lautan dusta.
"Hey, Dear! Why do they throw their foods away?"
"Tawur Agung! Thanks to God!"
Ada yang kuingat pada saat hari raya tiga tahun lalu. Menebar angan saat prosesi Tawur Agung. Mengabadikan cinta dengan meminum Tirta Amerta. Tapi akhirnya kularung bersama segala sesuatu tentang seseorang di masa lalu.
"Mom! Dad!"
Seorang balita bermata sipit berlari menghampiriku. Dua orang dewasa mengikuti di belakangnya. Sang Turis yang dari tadi sibuk dengan kameranya, menyambut senang kedatangan mereka.
"Where are you from, Ayumi?" tanyaku pada balita itu.
"Look for ice cream with Aunty Amerta and Uncle," celoteh Ayumi girang.
"Hi, Hikaru! Hai, Bli Tirta! Apa kabar?" perempuan dari masa lalu itu menyapa kami.
***
Jumlah: 252 kata | Prompt #31 MFF
31 komentar
What are they doing?
BalasHapusItu yg bener ea? Maklum, grammar-nya si Turis Jepang belon nyampe structure! Jyahahaha
Hapussalam kenal ya gan :D
BalasHapusSalam kenal juga! XD
Hapuswah ketemu mantan.. :D
BalasHapusWahhh! Biasa aja, kok ... :-P
Hapusff ini yaaa?
BalasHapustulisannya bagus iihh, >.<
Yaaaa ini ff! Makasih, Ranii ... ^_^
Hapushi all of ypu, how ate you today..how about you mrs eksak.....
BalasHapuscerita dari masa lalu selalu hadir membuat kenangan tersendiri dalam kehidupan kita,
cerita yang bagus sekali....pengalaman pribadi ini kah,
Hi, 'em fine! Mrs. Eksak? No no 'em a boy! Hehe..
HapusIni cuma fiksi, bukan pengalaman pribadi. ;-)
hm...masih mencoba mencernanya...hihi...
BalasHapusSama,mencerna 2x,hehe
HapusGak usah dicerna, tinggal LEB aja! Hehe, atau mari kita saling mencerna! :-)
Hapusnah kalau kamu sudah mulai meninggalkan struktur gaya bahasa alay-mu, tulisanmu ini jadi keren sak..
BalasHapusalurnya sederhana, gampang diikuti dan keren..
ending-nya cukup makjleeeb..
entah ini pengalaman pribadi atau bukan tapi gaya penceritaannya keren ditambah dgn keluasan pengetahuan ttg adat budaya, walaupun ditampilkan cuman sedikit, tapi pada akhirnya itu menjadi hal yg tidak bisa dipisahkan dgn ceritanya sendiri..
Aduh, knp dibahas lagi sih gaya alay gud? Bhahaha, thanks Dab! :-)
Hapushmmm.. kira2 aku bakal ketemu mantanku gak yo???
BalasHapusMantan yg mana? :-P
Hapuswkwkwk.... yg tak terlupakanlaah... ;)
HapusCia cia cia ciahahaha
Hapusaku nggak ngerti ujung ceritanya. padahal jatah kata masih banyak, tapi cerita udah berakhir begitu aja...
BalasHapusMaklum, otak lagi dangkal-dangkalnya, Rig! ;-(
Hapusmantap om... #KeepBlogging
BalasHapusMakasih, Om ... B-)
Hapussegala sesuatu yang dipercaya bisa membuat abadi selalu diburu orang...
BalasHapusMaka dari itu maraklah keramat-keramat gak jelas! Hehe.. ;-)
Hapuskok ndak ada yang nanya airnya rasanya...kaya apa...hehehehe :D
BalasHapusBhahaha, gue aja belom pernah ngerasain! XD
Hapuskekasih sementara menjadi mantan abadi... begitu kah?
BalasHapusYah, begitulah! Ckckck :-)
Hapusmantan ohh mantann :D
BalasHapusNyanyi? B-)
Hapus