eksak #9 | Cerita Anak SMA
Maret 08, 2015
Seharusnya sebuah kisah cinta itu sederhana. Seperti seorang bocah TK yang mendadak bilang suka pada teman sebangkunya. Harusnya cukup se-simpel itu saja. Tapi masalahnya, kebanyakan manusia semakin bertambah umur justru semakin tersesat akan definisi cinta. Kebanyakan manusia justru semakin bodoh tentang cinta. Hubungan seks pranikah dibilang karena cinta, sampai perselingkuhan setelah menikah juga dibilang karena cinta.
Misalnya seperti kasus Sang Pengacara kemarin. Ternyata motifnya adalah perselingkuhan yang dituduhkan oleh sang Suami kepada istrinya. Mungkin karena sang Pengacara terlalu sibuk mengurusi status hukum orang lain, hingga sang Istri merasa tak diurusi status rumah tangganya dsb. Kemudian sang Istri mencari orang lain untuk menemani kesepiannya tanpa sang Suami. Menurutku, mereka hanya membuat sebuah pembenaran. Tapi akhirnya keadaan menjadi lebih rumit lagi ketika cinta berubah menjadi kemarahan dan rencana pembunuhan.
Pagi yang cerah. Di meja panjang kantin sekolah, ditemani dua gelas kopi hitam yang tinggal setengah. Eksak dan Sindhu mengobrol sambil menantikan bel tanda masuk berbunyi. Masih ada lima belas menit sebelum pelajaran pertama dimulai.
“Wah! Elo sekarang terkenal ya, Eks? Elo udah kayak detektif beneran aja. Berita elo ngungkap kasus sering nongol di koran dan di tipi-tipi.” Seru Sindhu bangga.
“Gue mah apa atuh, Ndhu. Kebetulan aja gue ada di sekitaran TKP,” balas Eksak.
“Yang kebetulan ada di situ kan banyak, malah yang tadinya Cuma lewat ampe berhenti trus nonton, tapi yang mecahin kasus kan elo?”
“Ada temen gue juga kali, Ndhu. Dia banyak ngebantu hipotesa gue, juga para polisi yang sigap mengamankan TKP.”
“Oh, temen cewek elo yang namanya Rani itu, ya? Badewei elo kenal di mana tuh cewek?”
“Wew, pasti elo gak pernah baca seri #1, ya? Dia kan yang awalnya nanya alamat ke rumah gue?”
“Oh, Cuma gara-gara nanya alamat!”
Mereka pun tertawa renyah. Tiba-tiba ada dua orang cewek yang menuju kearah mereka, mau ke kantin tepatnya. Cewek yang satunya bertampang judes, sedang yang satunya lagi agak kalem.
“Cepet pesenin gue teh botol, Nur!” kata cewek yang judes.
“Baik, Non. “ Jawabnya sambil menunduk.
Kemudian yang namanya Nur segera berjalan ke belakang kantin untuk memesan teh botol, sedangkan si Non alias si Vanya duduk di bangku sambil memainkan hapenya.
“Songong bener, mentang-mentang bapaknya pejabat!” ujar Eksak.
“Iya, kasian si Nur setiap hari diperlakuin kayak pembantu. Padahal ‘kan dia Cuma nerima kebaikan dari bapaknya Vanya. Kebetulan aja dulu bapaknya Nur yang jadi sopir pribadinya bapaknya Vanya, setelah bapak dan emaknya Nur meninggal, bapaknya Vanya mau berbaik hati nyekolahin Nur.” Sindhu malah kultum.
“Jangan-jangan elo suka ya ama salah satu dari mereka? Dan yang pasti bukan si Judes Vanya!”
“Dari mana elo tau?”
“Insting detektif! Bhahaha … “
TETTT … TETTT … TEEETTTT …
Tak terasa bel tanda masuk kelas berbunyi. Setelah membayar kopi yang mereka minum, keduanya pun menuju kelas. Jam pertama pagi ini adalah pelajaran fisika. Pelajaran yang jadi menyenangkan karena diampu oleh seorang guru cantik bernama Bu Katrina. Semua murid pria pasti akan naksir dia, bahkan mungkin juga para guru pria.
BRAKKK …
Tiba-tiba ada yang menabrak Sindhu dari belakang ketika para siswa akan memasuki kelas. Sindhu yang tubuhnya lebih kecil dari yang menabrak otomatis terhempas di pintu kelas. Bukannya minta maaf, si Penabrak malah terus berlari menuju ruang kepala sekolah.Wah! Kasus tabrak lari, nih! Batin Eksak.
“Nggak papa, Ndhu?” tanya Eksak.
“Nggak, gue nggak papa! Emang dasar tuh si Bimo, lari gak liat-liat! Udah bel, bukannya masuk kelas malah lari-larian! Huft!” yang ditanya malah tambah cerewet.
Tak lama kemudian, Pak Kepala Sekolah keluar dari ruangannya bersama Bimo sambil setengah berlari ke arah WC cewek.
“Ada apa, sih?” para siswa mulai ribut.
“Tau dah!”
“Si Bimo nemuin harta karun kali di WC … “
“Yuk liat, yuk … “
“Yuk!!”
Bukannya masuk kelas seperti yang dibilang Sindhu, para siswa malah berbondong-bondong mengikuti Bimo dan Pak Kepala Sekolah. Malahan Sindhu juga ikut-ikutan heboh.
“Yuk, Eks nonton!”
Ternyata Vanya ditemukan pingsan berlumuran darah di dalam WC karena pukulan botol teh di kepalanya. Katanya Bimo yang menemukannya pertama kali kemudian melaporkannya kepada Pak Kepala Sekolah.
“Bimo, kamu tahu siapa pelakunya?” tanya Pak Kepala Sekolah.
“Maaf, Pak. Saya tidak tahu pelakunya siapa. Saya hanya menemukan Vanya telah terkapar di sini dalam keadaan sudah pingsan,” jawab Bimo.
“Sakit … “ gumam Vanya sambil memegang kepalanya yang berdarah, tampaknya dia mulai siuman.
“Siapa yang melakukan ini, Vanya?”
. “Nur, Pak,” dengan suara yang lemah Vanya menunjuk Nur yang juga berdiri di antara kerumunan siswa. Semua siswa juga tahu apa hubungan Vanya dan Nur. Serta bagaimana perlakuan kasar Vanya terhadap Nur sehari-harinya.
“Apa benar itu, Nur?”
“Bukan, Pak. Bukan saya pelakunya,” isak Nur.
“Jangan bohong kamu! Kamu akan dikeluarkan dari sekolah karena telah melakukan tindak kekerasan kepada temanmu sendiri!” bentak Pak Kepala Sekolah.
“Tolongin Nur, Eks! Gue yakin dia gak salah. Kita semua tau dia anak yang baik. Pasti ada kesalahpahaman di sini … “ bisik Sindhu kepada Eksak.
“Maaf, Pak. Saya yakin bukan Nur pelakunya.” Eksak mulai ikut berbicara.
“Tidak usah kau bela orang yang bersalah ini!” hardik Pak Kepala Sekolah.
“Bapak telah melewatkan 2 fakta penting. Saya sudah tau apa yang terjadi dan siapa pelaku yang sebenarnya. Saya harap Bapak tenang dan biarkan saya menjelaskan kasus ini. Karena bila Bapak salah mengambil keputusan maka satu orang akan kehilangan masa depannya.”
Apakah yang sebenarnya terjadi dan siapakah pelakunya?
Bersambung ...
Misalnya seperti kasus Sang Pengacara kemarin. Ternyata motifnya adalah perselingkuhan yang dituduhkan oleh sang Suami kepada istrinya. Mungkin karena sang Pengacara terlalu sibuk mengurusi status hukum orang lain, hingga sang Istri merasa tak diurusi status rumah tangganya dsb. Kemudian sang Istri mencari orang lain untuk menemani kesepiannya tanpa sang Suami. Menurutku, mereka hanya membuat sebuah pembenaran. Tapi akhirnya keadaan menjadi lebih rumit lagi ketika cinta berubah menjadi kemarahan dan rencana pembunuhan.
***
Pagi yang cerah. Di meja panjang kantin sekolah, ditemani dua gelas kopi hitam yang tinggal setengah. Eksak dan Sindhu mengobrol sambil menantikan bel tanda masuk berbunyi. Masih ada lima belas menit sebelum pelajaran pertama dimulai.
“Wah! Elo sekarang terkenal ya, Eks? Elo udah kayak detektif beneran aja. Berita elo ngungkap kasus sering nongol di koran dan di tipi-tipi.” Seru Sindhu bangga.
“Gue mah apa atuh, Ndhu. Kebetulan aja gue ada di sekitaran TKP,” balas Eksak.
“Yang kebetulan ada di situ kan banyak, malah yang tadinya Cuma lewat ampe berhenti trus nonton, tapi yang mecahin kasus kan elo?”
“Ada temen gue juga kali, Ndhu. Dia banyak ngebantu hipotesa gue, juga para polisi yang sigap mengamankan TKP.”
“Oh, temen cewek elo yang namanya Rani itu, ya? Badewei elo kenal di mana tuh cewek?”
“Wew, pasti elo gak pernah baca seri #1, ya? Dia kan yang awalnya nanya alamat ke rumah gue?”
“Oh, Cuma gara-gara nanya alamat!”
Mereka pun tertawa renyah. Tiba-tiba ada dua orang cewek yang menuju kearah mereka, mau ke kantin tepatnya. Cewek yang satunya bertampang judes, sedang yang satunya lagi agak kalem.
“Cepet pesenin gue teh botol, Nur!” kata cewek yang judes.
“Baik, Non. “ Jawabnya sambil menunduk.
Kemudian yang namanya Nur segera berjalan ke belakang kantin untuk memesan teh botol, sedangkan si Non alias si Vanya duduk di bangku sambil memainkan hapenya.
“Songong bener, mentang-mentang bapaknya pejabat!” ujar Eksak.
“Iya, kasian si Nur setiap hari diperlakuin kayak pembantu. Padahal ‘kan dia Cuma nerima kebaikan dari bapaknya Vanya. Kebetulan aja dulu bapaknya Nur yang jadi sopir pribadinya bapaknya Vanya, setelah bapak dan emaknya Nur meninggal, bapaknya Vanya mau berbaik hati nyekolahin Nur.” Sindhu malah kultum.
“Jangan-jangan elo suka ya ama salah satu dari mereka? Dan yang pasti bukan si Judes Vanya!”
“Dari mana elo tau?”
“Insting detektif! Bhahaha … “
TETTT … TETTT … TEEETTTT …
Tak terasa bel tanda masuk kelas berbunyi. Setelah membayar kopi yang mereka minum, keduanya pun menuju kelas. Jam pertama pagi ini adalah pelajaran fisika. Pelajaran yang jadi menyenangkan karena diampu oleh seorang guru cantik bernama Bu Katrina. Semua murid pria pasti akan naksir dia, bahkan mungkin juga para guru pria.
BRAKKK …
Tiba-tiba ada yang menabrak Sindhu dari belakang ketika para siswa akan memasuki kelas. Sindhu yang tubuhnya lebih kecil dari yang menabrak otomatis terhempas di pintu kelas. Bukannya minta maaf, si Penabrak malah terus berlari menuju ruang kepala sekolah.Wah! Kasus tabrak lari, nih! Batin Eksak.
“Nggak papa, Ndhu?” tanya Eksak.
“Nggak, gue nggak papa! Emang dasar tuh si Bimo, lari gak liat-liat! Udah bel, bukannya masuk kelas malah lari-larian! Huft!” yang ditanya malah tambah cerewet.
Tak lama kemudian, Pak Kepala Sekolah keluar dari ruangannya bersama Bimo sambil setengah berlari ke arah WC cewek.
“Ada apa, sih?” para siswa mulai ribut.
“Tau dah!”
“Si Bimo nemuin harta karun kali di WC … “
“Yuk liat, yuk … “
“Yuk!!”
Bukannya masuk kelas seperti yang dibilang Sindhu, para siswa malah berbondong-bondong mengikuti Bimo dan Pak Kepala Sekolah. Malahan Sindhu juga ikut-ikutan heboh.
“Yuk, Eks nonton!”
Ternyata Vanya ditemukan pingsan berlumuran darah di dalam WC karena pukulan botol teh di kepalanya. Katanya Bimo yang menemukannya pertama kali kemudian melaporkannya kepada Pak Kepala Sekolah.
“Bimo, kamu tahu siapa pelakunya?” tanya Pak Kepala Sekolah.
“Maaf, Pak. Saya tidak tahu pelakunya siapa. Saya hanya menemukan Vanya telah terkapar di sini dalam keadaan sudah pingsan,” jawab Bimo.
“Sakit … “ gumam Vanya sambil memegang kepalanya yang berdarah, tampaknya dia mulai siuman.
“Siapa yang melakukan ini, Vanya?”
. “Nur, Pak,” dengan suara yang lemah Vanya menunjuk Nur yang juga berdiri di antara kerumunan siswa. Semua siswa juga tahu apa hubungan Vanya dan Nur. Serta bagaimana perlakuan kasar Vanya terhadap Nur sehari-harinya.
“Apa benar itu, Nur?”
“Bukan, Pak. Bukan saya pelakunya,” isak Nur.
“Jangan bohong kamu! Kamu akan dikeluarkan dari sekolah karena telah melakukan tindak kekerasan kepada temanmu sendiri!” bentak Pak Kepala Sekolah.
“Tolongin Nur, Eks! Gue yakin dia gak salah. Kita semua tau dia anak yang baik. Pasti ada kesalahpahaman di sini … “ bisik Sindhu kepada Eksak.
“Maaf, Pak. Saya yakin bukan Nur pelakunya.” Eksak mulai ikut berbicara.
“Tidak usah kau bela orang yang bersalah ini!” hardik Pak Kepala Sekolah.
“Bapak telah melewatkan 2 fakta penting. Saya sudah tau apa yang terjadi dan siapa pelaku yang sebenarnya. Saya harap Bapak tenang dan biarkan saya menjelaskan kasus ini. Karena bila Bapak salah mengambil keputusan maka satu orang akan kehilangan masa depannya.”
Apakah yang sebenarnya terjadi dan siapakah pelakunya?
***
Bersambung ...
20 komentar
Mau nebak, cuma kuatir salah dad
BalasHapusayo tebak aja, masih gampang kok kasusnya karna karakternya masih sedikit. hehehe
HapusKapitalnyaaa, naruhnya gak tepat
BalasHapusOke, Jiah! segera direvisi, thanks ea ... :)
Hapussaya tunggu penjelasannya..
BalasHapuscepetan mas
lagi susah sinyal, Sam. Jadi gak bisa cepet-cepet. :(
HapusWah seru ...
BalasHapusmakasih .... :))
HapusWah si eksak sudah mirip detective Conan tuh...
BalasHapus#kabari kalau pelakunya sdh ditangkap ya
ayo tangkap bareng-bareng aja ... biar greget! \m/
Hapussaya nunggu sambungannya aja, deh :)
BalasHapussilakan, Ci ... :)
HapusWahhh.. sekrang udah jadi detective... :) semgat mas, ditunggu kelanjutannya...
BalasHapus*SaHaTaGo (Salam Hangat Tanpa Gosong) pojok Bumi Kayong, Ketapang-Kalimantan Barat
wow, MF di Kalbar! Jalan2 trus, ni yeeee
Hapustapi kenyataannya cinta gak sesederhana yang dipikirkan :)
BalasHapusyups, seharusnya seperti itu .. :)
Hapuswah kamu masih rajin ya sak bikin ngarang cerita..
BalasHapusgak rajin2 amat, kok Dab! :)
Hapushayooo banyak yang penasaran.. wat2 <= iseng iseng cobain emot
BalasHapusHayoooo cheer
Hapus