Mereka Yang Ditunjuk Oleh Waktu
Januari 30, 2016"Selamat datang."
"Selamat datang di desa kelahiranku."
"Desa bekas jajahan. Desa tempat terjadinya perang," katamu.
"Aku akan memandumu berkeliling-keliling desa. Mengunjungi rumah penduduk dan mewawancarai mereka sebagai narasumber untuk bahan skripsimu."
Alangkah senang hatiku mendapat pemandu cantik sepertimu. Gegas kukemasi perlengkapan perangku. Buku catatan, pena, recorder dan tak lupa kamera digitalku. Setelah berpamitan dengan ayah dan ibumu, kita pun berangkat. Menyusuri setapak demi setapak tanah desa yang mencengkeram jejak kepahlawanan. Langkahmu pilu. Menyibak rerumputan basah seolah itu genangan darah. Tapi kau tegar, paling tidak hingga saat ini. Saat waktu menunjukmu sebagai saksi masa lalu.
Narasumber pertama adalah seorang wanita paruh baya bernama Sakinah. Prajurit wanita dari satuan khusus. Ia menyambut kami dengan senyumnya yang indah. Hingga berkepala empat, ia belum pernah menikah. Katanya ia tak mau mengkhianati kekasihnya yang telah gugur di medan perang. Sakinah mempunyai sebuah luka di lehernya. Memanjang dari tengkuk hingga punggungnya. Bekas bayonet, kenangnya. Kuakui ia sangat cantik, dengan mata berbinar dan rambut yang hitam lurus. Sakinah memamerkan lukanya dengan bangga, sebagai pengingat bahwa ia telah melewati berbagai pertempuran. Bahwa ia adalah yang ditunjuk oleh waktu untuk mengisahkan tentang kegigihan seorang kekasih.
Sebelum berlalu, aku pun meminta ijin untuk memotretnya. Ia pun bersedia. Kemudian ia memunggungi kamera. Membuka resleting belakang gaunnya, menolehkan wajahnya dan melirik nakal ke arahku. Tangannya menyibak rambut agar luka di punggungnya terlihat. Senyumnya sangat menggoda dan menantang. Aku sampai menelan ludah berkali-kali, hingga aku berhasil mendapatkan fotonya. Setelah itu aku pun berpamitan. Sakinah memberikan kedipan mata padaku di ambang pintu. Lagi, aku menelan ludah. Kau hanya menyikut perutku.
Berikutnya adalah Rasid. Seorang relawan palang merah di medan perang. Aku memotretnya dua kali. Sekali memperlihatkan sisi kanan wajahnya yang tampan dan bersemangat, dan satunya memperlihatkan sisi kiri wajahnya yang hangus dengan bekas luka yang tak akan pernah hilang. Sebuah granat meledak di tenda tempatnya bekerja. Seluruh pasien yang dirawatnya lenyap dalam kilatan cahaya, ucapnya.
10 komentar
happy
BalasHapusNama tokohnya nggak ada yang kekinian ya peace2 peace2
Bagus juga kata-katanya. Menarik nih
Bhahaha, iya iya kamu yang sekarang kekinian ... gue gak ikut, ah!
HapusGonta ganti men to.. Bbme gabti to kang?
BalasHapuscah ki mgomong boso opo, toh?
Hapussangat berkesan suguhan yang di tunjuk oleh waktu nya sampai saya teh baca dua balikkan, menarik pisan sih kisahnya
BalasHapusatuh hatur nuhun, Kang tos maca 2 kali sagala ... hehehe
HapusCerita yg ngga biasa..kerenn!
BalasHapusmakasih ... :)
HapusCerita yg ngga biasa..kerenn!
BalasHapusThanks, Sob!
Hapus