Wahyu VS Realita
Mei 10, 2014Assalaamu 'alaikum, Sobat! Marhaban ahlan wa sahlan! Kaifa khaluk? Gak terasa udah hampir sebulan gue ada di kampung. Tapi ternyata itu gak cukup buat gue untuk kembali ngelakuin beberapa hal positif. Sebelumnya waktu lagi di luar kota, banyak excuse ampe gue ninggalin beberapa aktifitas kayak one day one juz, telaah kitab kuning, posting rutin, blogwalking dll. Alasan jadul kayak gak ada waktu, capek, males dkk ternyata masih ngejangkitin gue walopun udah hampir sebulan gue di kampung yang notabene gue punya banyak waktu nganggur. Dan sekarang di hadapan gue ada monitor, tumpukan kitab kuning usang dan sebuah Qur'an yang cover-nya berdebu. Lama banget gue gak nyentuh mereka. Ngerasa ada yang kurang, ada yang hilang dan ngerasa berdosa.
Berkecimpung di dunia kerja bikin gue
larut dalam realitas kehidupan dan semakin jauh dari wahyu (Qur'an).
Kadang gue mikir apakah wahyu masih berkompeten dan relevan buat realitas di
jaman ini? Ataukah otak gue yang udah dicuci ama modernitas ampe gue
lupa bahwa wahyu adalah pedoman dalam beraktifitas? Mungkin! Mungkin
gue udah sedemikan jauh dari Allah. Begitu jauh dari Kalamullah
sehingga gue jarang banget membacanya dan mengamalkannya dalam
kehidupan sehari-hari.
Gue masih bongkar-bongkar nih, Sob!
Ngepakin buku-buku bekas, nyatuin lembaran-lembaran kitab, dan ngusir
rayap yang kekenyangan makan buku, bisa jadi malahan si Rayap yang melesat lebih pinter dari gue. Trus di antara berkas-berkas itu
gue nemuin peci lama gue yang udah gak pernah gue pake. Kemudian
iseng aja gue pake daripada rambut gue kena debu. Ternyata peci itu
udah kekecilan banget makanya gak muat di kepala gue. Atau udah
sedemikian besar kepalakah gue? Eh, maksudnya apakah kepala gue yang
kegedean? Logikanya tentu udah gak bisa gue pake lagi karna ukuran
peci tsb udah beda ama besar kepala gue. Kalo dipaksain bakal nyiksa
banget karna gak muat, bisa-bisa malah kepala gue yang migrain.
Oke, Sob! Itu cuma ilustrasi yang gue
kaitin ama persoalan agama di masa sekarang, terutama masalah
penerapan syari'at Islam yang gak henti-hentinya digembar-gembor gak
sesuai buat negeri ini. Dalam hal ini maka gue berpijak pada wahyu
(Qur'an), karna sebagai orang awam gue yakin bahwa Al-Qur'an adalah
pedoman, petunjuk dan aturan yang turun atas respon
sosial-kultur-geografis dalam masyarakat sebagai arahan dan bimbingan
hidup yang mesti dipake untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal yang
amoral, asusila, dehumanis dkk. Bisa dibilang kalo titik pokok
berbagai permasalahan agama yang muncul saat ini adalah disebabin
kurangnya pemahaman terhadap Kalamullah yang sesuai dengan
hakikatnya.
Wahyu dalam agama nempatin posisi
sentral dan punya signifikansi khusus. Berdasar kondisi historis
maupun normatif, wahyu jadi dasar relasi antara manusia dan realitas
transenden yang diyakininya. Si Wahyu jugalah yang mampu jadi
mediator dalam proses komunikasi Ilahiyah antara manusia ama
Tuhannya. Dalam filsafat Islam, si Wahyu bahkan bertindak sebagai
sumber pengetahuan. Pengetahuan manusia yang didapet via wahyu punya
status yang spesifik, karna seseorang yang nerima pengetahuan via
wahyu adalah orang yang punya otoritas keagamaan tinggi. Orang itu
sering kita sebut Nabi atau Rosul. Sedangkan manusia biasa nerima
keberadaan si Wahyu sebagai rukun iman yang harus dipercayai secara
taken for granted, diterima apa adanya dan selalu benar. So,
sebenarnya A2DW, Ada Apa Dengan Wahyu? Gue rasa misi utama kedatangan
wahyu udah gue beberin di atas, so selanjutnya jangan ada yang nanya
siapa si Wahyu apalagi A2DW! *mission complete …
PLAAAKK!!!
“Kayaknya misi belum komplit deh,
eks! Karna elo musti ngejelasin dialektika hubungan antara wahyu dan
realita yang terjadi saat ini,”
“Lha dialektika hubungan tuh apa?
Trus apa hubungannya ama gue?” tanya eksak.
“Nah pan elu yang mulai ngomongin
tentang si Wahyu? Ya elu musti kelarin, dong!”
“Lhah elo siapa? Kenapa tiba-tiba
ngajak ngobrol gue?”
JEBRETTT! JEBREEETT!!! *si Eksak
disabet gesper.
Oke! Oke, Sob! Kadang suatu hal nuntut
kita buat ngejelasin dasar hukumnya. Misal elo lagi ngebilangin orang
yang lagi ngelakuin sesuatu yang salah trus dia bilang,
“apa lo ngelarang-larang! Mana dalilnya?”
Iya ya, mana, mana? *bingung …
Manaaaaa … ????!!!! *histeris.
Trus elo inget sebuah nash dalil dan bla … bla … bla …
“apa lo ngelarang-larang! Mana dalilnya?”
Iya ya, mana, mana? *bingung …
Manaaaaa … ????!!!! *histeris.
Trus elo inget sebuah nash dalil dan bla … bla … bla …
“Ah, itu mah udah gak kompeten! Gak
relevan ama jaman sekarang! Gimana kalo gini? Kalo gitu?”
*elo bingung lagi. #galau #meninggal
Berangkat dari fenomena di atas, maka
elo musti tau pengetahuan tentang naskh. Bahkan pengetahuan tentang
naskh merupakan persyaratan yang harus dikuasai para
mujtahid.
Pengetahuan
ringkasnya gini: kalo dateng nash
yang
mengandung suatu ketetapan hukum dan kemudian pada waktu yang lain
dateng lagi nash
yang
ngebatalin ketetapan hukum yang terkandung di dalam nash
yang
pertama (baik sebagian atau seluruhnya), maka yang pertama di sebut
mansukh
(yang
terhapus) dan yang kedua disebut nasikh
(yang
menghapus). Sedang pembatalan hukum yang terkandung di dalam nash
yang
pertama disebut naskh
(penghapusan).
Fenomena tsb merupakan bukti terbesar ada dialektika hubungan antara
wahyu dan realita. Karna naskh
adalah
pembatalan hukum, baik dengan ngehapus dan ngelepas teks yang
nunjukin hukum dari bacaan atau ngebiarin teks tsb tetep ada sebagai
petunjuk adanya “hukum” yang di-mansukh.
An-Naasikh
Wal Mansukh Fiil Kitaab Was Sunnah
Keberadaan naskh yang
diakui para ulama tsb bikin mereka antusias sehingga lahirlah
karya-karya yang nyoba ngebeberin lebih lanjut fakta tentang naskh
yang jelas-jelas udah jadi bukti paling adanya dialektika
hubungan antara wahyu dan realita. Salah satu dari mereka adalah Abu 'Ubaid Al-Qasim bin Salam dengan kitabnya yang berjudul An-Naasikh
Wal Mansukh Fiil Kitaab Was Sunnah. Abu 'Ubaid lahir pada tahun 157 H / 774 M di Harah, daerah di Khurasan.
Beliau dikenal sebagai pakar hadits, adab dan fikih. Beliau bermukim
di Makkah sampai wafatnya pada tahun 224 H / 838 M. Di antara gurunya
ialah Imam Syafi'i. Sedang di antara muridnya ialah Al-Bukhari,
At-Turmudzi dan Abu Dawud as-Sijistani. Banyak ulama yang kagum atas
diri Abu 'Ubaid, misalnya Imam Ahmad pernah bilang, “Abu 'Ubaid
adalah ustadz, dan dalam pandangan kami ia adalah orang yang
bertambah kebaikannya setiap hari.” Sedang Abu Dawud juga pernah
bilang, “Abu 'Ubaid adalah orang yang tsiqah dan dapat
dipercaya.” Pengakuan jujur dari kedua tokoh tsb jelas sebagai
salah satu bukti atas kebesaran Abu 'Ubaid.
Produktifitasnya dalam menulis udah terbukti dengan banyaknya karya yang lahir dari tangannya. Seenggaknya ada sekitar 35 kitab yang berhasil Beliau kelarin. Kemudian kita bakal ngeresensi sedikit tentang kitab Beliau yang coba ngumpulin fakta naskh. Menariknya, kitab ini ditulis pake urutan bab-bab fikih. Bahkan menurut pen-tahqiq-nya, yaitu Musthafa ‘Abdul Qadir Atha, kitab ini adalah kitab yang pertama kali ngebahas tentang naskh.
Pengetahuan tentang naskh tuh penting banget. Saking pentingnya Abu 'Ubaid ampe musti ngehadirin landasan teologis keutamaan pengetahuan tentang hal itu. Di antara argumen teologis yang dihadirkannya ialah riwayat yang mengatakan bahwa sahabat 'Ali bin Abi Thalib pernah lewat di hadapan tukang kisah yang lagi berkisah. Trus, ‘Ali pun nanya:
Produktifitasnya dalam menulis udah terbukti dengan banyaknya karya yang lahir dari tangannya. Seenggaknya ada sekitar 35 kitab yang berhasil Beliau kelarin. Kemudian kita bakal ngeresensi sedikit tentang kitab Beliau yang coba ngumpulin fakta naskh. Menariknya, kitab ini ditulis pake urutan bab-bab fikih. Bahkan menurut pen-tahqiq-nya, yaitu Musthafa ‘Abdul Qadir Atha, kitab ini adalah kitab yang pertama kali ngebahas tentang naskh.
Pengetahuan tentang naskh tuh penting banget. Saking pentingnya Abu 'Ubaid ampe musti ngehadirin landasan teologis keutamaan pengetahuan tentang hal itu. Di antara argumen teologis yang dihadirkannya ialah riwayat yang mengatakan bahwa sahabat 'Ali bin Abi Thalib pernah lewat di hadapan tukang kisah yang lagi berkisah. Trus, ‘Ali pun nanya:
“Elo tahu nasikh
dan mansukh?”
“Gak!” jawab si
Tukang kisah itu.
“Elo bakalan binasa dan
bikin binasa orang lain” kata sahabat 'Ali.
[hlm. 20]
Baru abis itu, Abu 'Ubaid ngejelasin fenomena naskh sesuai bab-bab fikih. Beliau mengawalinya dengan bab shalat, yaitu kasus pemindahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram (Ka'bah). Dan mengakhirinya dengan bab amar ma’ruf nahi munkar.Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa pada mulanya Rasulullah shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis. Ketetapan ini menurut riwayat dari Al-Bara, berlangsung kira-kira 16 atau 17 bulan. Kemudian Allah nurunin ayat 144 surat Al-Baqarah:
Baru abis itu, Abu 'Ubaid ngejelasin fenomena naskh sesuai bab-bab fikih. Beliau mengawalinya dengan bab shalat, yaitu kasus pemindahan arah kiblat dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram (Ka'bah). Dan mengakhirinya dengan bab amar ma’ruf nahi munkar.Dalam sebuah riwayat dikatakan bahwa pada mulanya Rasulullah shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis. Ketetapan ini menurut riwayat dari Al-Bara, berlangsung kira-kira 16 atau 17 bulan. Kemudian Allah nurunin ayat 144 surat Al-Baqarah:
“Sesungguhnya Kami
(sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke
arah Masjid al-Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah
mukamu ke arahnya”.
[hlm. 30]
Contoh lainnya ialah firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 15:
[hlm. 30]
Contoh lainnya ialah firman Allah SWT dalam Q.S. An-Nisaa' ayat 15:
“Dan (terhadap)
para wanita yang mengerjakan perbuatan keji, hendaklah ada empat
orang saksi di antara kamu (yang menyaksikannya). Kemdudian apabila
mereka telah memberi persaksian, maka kurunglah mereka (wanita-wanita
itu) dalam rumah sampai mereka menemui ajalnya, atau sampai Allah
memberi jalan yang lain kepadanya.”
Menurut Abu 'Ubaid ayat di atas termasuk ayat di naskh oleh Q.S. An-Nuur ayat 2 :
Menurut Abu 'Ubaid ayat di atas termasuk ayat di naskh oleh Q.S. An-Nuur ayat 2 :
“Perempuan yang
berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang
dari keduanya seratus kali dera.”
[hlm. 114]
[hlm. 114]
Itulah, Sob! Sekilas
gambaran tentang kitab An-Naasikh
Wal Mansukh Fiil Kitaab Was Sunnah
karya Abu 'Ubaid. Dan fenomena naskh yang
dihadirkan dalam kitab ini sekali lagi jelas memperkuat adanya
dialektika antara wahyu dan realita. Bukan malah dianggep sebagai
semakin bertentangannya satu ayat dengan ayat yang lain. Si Wahyu
yang dari waktu ke waktu, dari jaman ke jaman yang makin berkembang
tetep bisa jadi pedoman. Dan hal ini berarti wahyu gak turun di ruang
hampa, tetapi ia hadir buat nyapa dan berdialog dengan realitas. So
buat gue wahyu gak bisa dilepaskan dengan horison yang melingkupinya
ampe akhir masa.
Happy Blogging 'n Keep On
Fire!
Wassalaam … :)
27 komentar
sy penasaran dgn Abu 'Ubaid Al-Qasim bin Salam rahimahullah, nyari2 biografix dptx disini,
BalasHapushttp://www.alsofwah.or.id/cetaktokoh.php?id=249
Syukron atas referensinya, Kang! :-)
HapusMas Wahyu rajin banget.... #plaaaak.....
BalasHapusSaya lahir dan besar di golongan yang mengaku ahli sunnah, mas. tahu kan yang mana? tapi kok unsur mitosnya banyak. hari baik, manakipan, almarhum yg pake kembang, dan banyak lagi
hmm..... Jadi saya terkesan seenaknya bagi keluarga karena ga mau ikut2an budaya yang tak ada hukumnya itu - menurutku - dan sering dimarahi. :(
Malah curcol. hehe
manakipan yg pake kembang & apa itu ya... lupa namanya. Abaikan kata almarhum. salah edit. hehe
HapusYah, begitulah Bu! Golongan masa kini emg harusnya berani menentang, bukan bermaksud nabrak tradisi. Tapi juga musti punya dasar buat dijelasin pada golongan tua.
Hapusehm... rada abot kii.... ra bisa sekali maca.. sik-sik... ngko tak baleni neeh.... :)
BalasHapusNek abot monggo disonggo sesarengan, Bu! Hehe
Hapussetuju sob, kalo udah masuk dunia kerja, kayaknya berasa bgt byk waktu yg ilang, seperti waktu untuk ngumpul ama temen, waktu utk beribadah, dan yg lebih bikin hati kita merasa bersalah gitu, adalah waktu utk ngumpul brg keluarga jg tersita oleh kerjaan kita. Tapi ya mau gimana lg kalo kita gak nurutin peraturan kerja kita trs apa mau kita dipecat? gak jg kan? sebenarnya yg aku omongin nyambung gak sih? tau deh, tar tambah mumet lg... udah ah..
BalasHapusYa, pinter2 kita buat ngebagi waktu ajalah, Sob! Ojo digawe mumet! :-)
HapusWa'allaikumsallam.
BalasHapusKlo ngomongin mslh agama, ibadah, dan amal, sy jd takut sendiri, krna sy belum sepenuhnya taat pada agama :(
Agama bukan buat ditakutin, Sob! Tapi buat ditaatin dan diamalin. Kalo belom bisa sepenuhnya ya semampu kita aja, asal gak ninggalin yg wajib. Gjejeje
HapusSemoga tetap istiqomah sob :)
BalasHapusAamiin .,, ;-)
HapusSemoga tetap istiqomah sob :)
BalasHapusMakasih atas doanya, Sob. :-)
Hapuseh, jadi inget kasus pegawai kementrian perhubungan yang selingkuh terus istrinya minta cerai dengan bukti foto di BB. yang lucunya, pihak pengadilan agama malah mempersulit, katanya dalam islam kalau ada yang menuduh istri/suaminya zina, maka harus mendatangkan empat saksi yg melihat perbuatan keji tsb.
BalasHapus*kalau dipikir-pikir, masa iya zina ngajak-ngajak orang. ahahhah :D
Coba pengawai PA-nya kasih kitab ini
nuhun elmuna Kang.
baru tahu kalau ada nash yang terhapus dan penghapus. padahal contohnya udah ngeh duluan
Ngedatengin 4 saksi mata kan bisa diganti ama Li'an, itu kalo suaminya tetep ngotot. Dia disuruh sumpah 4 kali dg syahadat dan tuduhan. Tinggal istrinya juga musti berani sumpah kalo dia gak selingkuh.
HapusIya sih, persoalan hidup rentan membuat kita jauh dari al Qur;an ya padahal kan seharusnya yang terjadi malah makin dekat
BalasHapusYa, emg mustinya kan tambah deket kan, Bu? :-)
HapusYang penting didik tu buat generasi adek2 semuanya.. ajarin sopan santun bermasyarkat yg landasannya sesuai keprcayaan masing2..
BalasHapusSiap, Ndan! Laksanaken!
Hapus;-)
Wa'alaikum salam...
BalasHapusmampir BeWe saja, gak pake koment...*ini bukan komen*
Lha trus pripun?
Hapuspeh, sibuk terus bang eksak ni...
BalasHapusTepatnya sih sok sibuk! Bhahaha
Hapuspas banget lagi dengerin lagu bimbo..
BalasHapusnyambi maca. :)
#adem jd nya
Disini panas, Kang! Gerah! :O
Hapus