­

Before Rain

Oktober 31, 2013



Lea masih duduk di atas sisa pokok akar yang terbakar. Menunggu turunnya hujan walaupun sebentar. Menjaga mendung di langit agar tak ingkar. Kepalanya menengadah, matanya memandang nanar. Berharap pada awan hitam yang saling kejar.

"Jangan katakan kalau kau sedang menanti hujan!"

"Apakah aku terlihat sedang menantimu?"

"Itu bukan mendung. Itu adalah asap kebakaran dan emisi gas buangan,"

Entah sejak kapan Leo berada di balik punggung Lea. Tak usah menoleh pun, Lea tahu siapa pemilik suara itu. Atau siapa lagi yang suka mengganggu kesendirian Lea kalau bukan Leo.

"Kau tunggu sampai kapanpun, gumpalan hitam itu tak akan pernah menjatuhkan setetes air pun."

"Apakah kau malaikat pengatur hujan? Atau barangkali kau adalah Tuhan?"

"Pulanglah! Aku tak akan mendebatmu tentang Tuhan sekalipun."

"Kalau begitu aku akan menanti Tuhan!"

"Percayalah! Tuhan tak akan datang. Kekuasaan-Nya telah diambil alih oleh manusia. Sekarang merekalah yang menentukan alam, bahkan hidup kita. Mereka menanam, kemudian membakarnya. Mereka yang melestarikan alam, tapi mereka pula yang akhirnya menghancurkan alam."

"Apakah aku harus membenci Tuhan?"

"Jangan! Jangan membenci-Nya seperti aku yang terlanjur membenci-Nya! Tapi bencilah manusia! Karena mereka adalah penyebab seluruh kerusakan ini."

Lea membalikkan badannya. Tapi Leo telah berjalan menjauh. Dipandanginya tubuh kurus itu melangkah gontai. Lambat laun melunglai, kemudian roboh membangkai.

"Tuhan telah datang,"

Lea menggumam ketika dirasakan titik-titik air mulai membasahi tubuhnya. Tapi sayang, Leo tak sempat turut menyambut-Nya. Di ambang kepunahan, Lea mengaum sunyi.

***

Jumlah: 227 kata.

You Might Also Like

34 komentar

  1. Bagian ini :
    "....Sekarang merekalah yang menentukan alam, bahkan hidup kita. Mereka menanam, kemudian membakarnya. Mereka yang melestarikan alam, tapi mereka pula yang akhirnya menghancurkan alam." <=== true story banget...

    entah dimana otak mereka....

    BalasHapus
    Balasan
    1. Thanks buat apresiasinya, Dee! Dan mari kita cari otak mereka ... ;-)

      Hapus
  2. dan di kalimat ini : " "Jangan! Jangan membenci-Nya seperti aku yang terlanjur membenci-Nya! Tapi bencilah manusia! Karena mereka adalah penyebab seluruh kerusakan ini."

    rasanya ingin menjadi segenggem pasir saja , lalu ditaburkan disungai , biar larut dan menghilang , selalu hadir ditulisan loe yg keren keren sak ..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gak jadi butiran debu aja, Kang? Trus tersesat dan gak tau jalan pulang! Huhuhu

      Hapus
  3. Wah, ini event?
    Bagus ini menurut gw

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ada di sini, Kurz!

      http://www.ridoarbain.com/2013/10/giveaway-tantangan-menulis-flash-fiction.html

      suwon, ea ... :-)

      Hapus
    2. Oh, iya, rido sama2 HOSt di GagasDebut kayak gua. Ayo ikut juga yang dari gua sak

      Hapus
    3. Elo juga jadi host ea? Hehe

      Hapus
  4. Mereka yang melestarikan alam, tapi mereka pula yang akhirnya menghancurkan alam."----> bener banget nih..kasian generasi anak cucu kita nanti..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iy iy iya, kasian ... Kasian ... Kasian ... ;-(

      Hapus
  5. alam rusak krn tangan manusia..
    kelingan cerito jare akh pernah nanem pohon, iku aku seneng banget krungune..

    tp paling serik yen ono menungso sing sengojo bkar alas ben gundul, terus dibangun pemukiman, rasane pie ngunu yoh..

    akh, gawe cerito sing settinge ning Batam si.. hehe

    #request

    BalasHapus
  6. Yaa semuanya gara-gara manusia yang ingin instan dan tamak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Yups! Bnr bgt! Masih mending kalo mie instan atau artis instan ... Hehe..

      Hapus
  7. cocok nih sob kalo dibuatkan jadi buku hehe :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dikit gitu doang ya gak bisa jadi buku! Bhahaha

      Hapus
    2. bisa sob, ntar ente tambah lagi tulisannya :D

      Hapus
    3. Bener, bgt! Tp gmn mo nambah tulisan? Wong posting aja angot-angotan!

      Hapus
  8. Ngerinding ane baca nya mas hehe :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Masuk angin apa laper tuh kok ampe merinding kek gitu? :-)

      Hapus
  9. Siip... makin ahli merangkai kata... Saluuut :)

    BalasHapus
  10. Lo tampaknya sudah menemukan genre menulis, terlihat dari tulisan2 lo yg smakin bagus dan gak ngegurui tapi ngena. Tulisan2 lo tentang bumi yg smakin rusak ini, smoga bisa menjadi bahan renungan kita semua. Dan smoga kita lebih sadar untuk menjaga bumi ini dari kerusakan yg lebih parah.

    TOP !!!

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih, Ma'e atas apresiasinya! Ini paling gak bisa jadi himbauan kecil minimal buat diri gue sendiri. Mari jaga bumi! :-)

      Hapus
  11. Persetan dg judul, Haha. Ternyata bukan Manusia -_-

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bukan manusia juga bukan setan! Bhahaha

      Hapus
  12. nyimak dulu aja deh ,, hehe

    BalasHapus
  13. berharap akan lebih banyak orang yg lebih peduli dengan alam..sebenarnya bukan hal yg sulit utk menjaga kelestarian alam ya..hanya tinggal kemauannya aja :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aamiin ...

      Dan ternyata kemauan itu yg sulit! Hehe..

      Hapus
  14. Suka yang ini:

    Lea masih duduk di atas sisa pokok akar yang terbakar. Menunggu turunnya hujan walaupun sebentar. Menjaga mendung di langit agar tak ingkar. Kepalanya menengadah, matanya memandang nanar. Berharap pada awan hitam yang saling kejar.

    Keren .. akhirannya kayak puisi begitu ... gimana caranya?

    Trus idenya masih seputar kerusakan bumi ya. Lea dan Leo itu singa ya ...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Caranya nyocokin rima aja, Bu! Nyamain bunyi akhir. Dan bener bgt, mrk itu singa ... :-)

      Hapus